Minggu, 19 Desember 2010

BISNIS : SEBUAH PROFESI ETIS ?

BISNIS : SEBUAH PROFESI ETIS ?

Bisnis, bisa menjadi sebuah profesi etis, bila :

  1. Ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif

Ø aturan yg jelas dan fair

Ø kepastian keberlakuan aturan tersebut

Ø aturan hukum yg mengatur kegiatan bisnis

Ø sistem pemerintahan yg adil dan efektif

  1. Prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik

1. Etika Terapan

Munculnya Etika Terapan

1. Muncul dari kepedulian etis yang mendalam

Sudah dalam waktu yang lama etika tampil dalam bentuk etika umum, yang membahas secara teoritis-filosofis perihal baik-buruknya perbuatan manusia dari sudut pandang etis. Akan tetapi, kira-kira empat dasawarsa terakhir perhatian terhadap filsafat moral (etika) berubah drastis. Etika tampil dalam bentuk etika terapan atau kadang disebut filsafat terapan. Pada awal abad 20, di kawasan berbahasa inggris, khususnya di United Kingdom dan Amerika Serikat etika dipraktekkan sebagai”metaetika”. Ini adalah suatu aliran dalam filsafat moral yang tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan manusia, melainkan “bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan manusia tentang baik dan buruk. Aliran meta etika merupakan filsafat moral yang mendominasi enam decade pertama abad ke-20. Baru mulai akhir 1960-an terlihat suatu tendensi lain. Timbul perhatian yang semakin besar terhadap etika. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis yang konkrit. Etika turun dari tempatnya yang tinggi, dan mulai membumi. Perubahan tersebut dapat dikatakan dipicu oleh beberapa factor yang timbul serentak. Diantara beberapa factor itu dapat disebut faktor penting pertama adalah perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya dalam sector ilmu-ilmu biomedis. Perkembangan pesat bidang ini telah menimbulkan banyak persoalan etis yang besar. Faktor penting kedua adalah terciptanya semacam “iklim moral” yang mengundang minat baru untuk etika. Iklim baru yang dimaksud berupa munculnya gerakan hak diberbagai bidang, yang secara khusus telah mengundang peran actual dari etika itu sendiri.

2. Gambaran keseriusan perhatian pada etika terapan

Dalam sejarah perjalanan etika atau filsafat moral, dapat dikatakan bahwa belum pernah ada perhatian yang begitu besar terhadap etika seperti halnya sekarang ini. Sekedar memberikan gambaran besarnya perhatian tersebut, disini dituliskan beberapa fakta yang ada:

Ø Di banyak tempat diseluruh dunia setiap tahun diadakan kongres dan seminar tentang masalah-masalah etis.

Ø Telah didirikan cukup banyak institut, di dalam maupun di luar kalangan perguruan tinggi, yang khusus mempelajari persoalan-persoalan moral, kerap kali dalam kaitan dengan bidang ilmiah tertentu (ilmu kedokteran, hukum, ekonomi atau yang lainnya)

Ø Terutama di Amerika Serikat, etika dalam salah satu bentuk sering kali dimasukkan dalam kurikulum di Perguruan Tinggi.

Ø Membanjirnya publikasi mengenai etika terapan yang tidak pernah terpikirkan beberapa dekade yang lalu. Ada cukup banyak majalah ilmiah yang membahas salah satu aspek etika terapan. Seperti: Philosophy and Publik Affairs, Journal of Medical Ethics dll.

Ø Pada dekade-dekade terakhir ini tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral.

3. Kaitan etika terapan dengan etika umum

Penampilan baru etika dalam bentuk etika terapan sekarang ini mempunyai konsekuensi juga untuk etika teoretis atau etika umum. Perdebatan tentang masalah-masalah kongkrit akhirnya akan memperjelas, menguji dan mempertajam juga prinsip-prinsip moral yang umum. Perjumpaan dengan praktek akan memberikan banyak masukan berharga yang dapat dimanfaatkan oleh refleksi etika teoritis. Sebaliknya, etika terapan sangat membutuhkan bantuan dari teori etika, sebagai pegangan baginya dalam memasuki pergumulan dengan masalah-masalah praktis. Disini ia mempergunakan prinsip-prinsip dan teori moral yang diharapkan sudah mempunyai dasar yang kukuh. Apa yang dihasilkan oleh etika terapan tidaklah bias diandalkan kalau teori etika yang ada dibelakangnya tidak berbobot dan bermutu.

Bidang Garapan Etika Terapan

1. Dua wilayah besar yang disoroti etika terapan

Dua wilayah besar yang disoroti atau mendapat perhatian khusus dan serius di dalamnya, yakni wilayah profesi dan wilayah masalah. Etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan sebagainya, merupakan wilayah profesi. Penggunaan tenaga nuklir, pembuatan, pemilikan, penggunaan senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi ras merupakan wilayah masalah. Cabang etika terapan yang paling banyak mendapat perhatian dalam zaman kita sekarang ini dapat disebut dari sudut/wilayah profesi, yakni: etika kedokteran dan etika bisnis. Dari wilayah masalah masalah dapat disebut: etika tentang perang dan damai dan etika lingkungan hidup.

2. Pembagian ke dalam makroetika dan mikroetika

Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah dengan membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar. Suatu masalah disebut makroetika apabila masalah itu menyangkut suatu bangsa seluruhnya abahn seluruh umat manusia. Ekonomi dan keadilan; lingkungan hidup, dan alokasi sarana-sarana pelayanan kesehatan dapat digolongkan sebagai contoh-contoh dari makroetika. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis dimana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau kewajiban pengacara terhadap kliennya. Kadang diantara makroetika dan mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan yang ketiga, yang disebut mesoetika (meso=madya), yang menyoroti masalah-masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, seperti kelompok ilmuwan, profesi wartawan, pengacara dan sebagainya.

3. pembagian ke dalam etika individual dan etika social.

Pembagian lain etika terapan adalah pembedaan antara etika individual dan etika social. Etka individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, sedangkan etika social membahas kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat. Namun pembagian ini banyak diragukan relevansinya, karena manusia peroranganpun selalu adalah mahluk social, sehingga tidak bias dibedakan antara etika semata-mata individual dan etika yang semata-mata sosial.

Pendekatan Etika Terapan

Etika terapan mesti bekerjasama dengan disiplin-disiplin ilmu-ilmu lain. Kerjasama ini mutlak diperlukan, karena dia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama sekali diluar keahliannya. Seorang etikawan akan sulit baginya memberikan pertimbangan moral yang dapat dipertanggungjawabkan untuk suatu masalah medis yang sama sekali tidak dimengertinya dengan baik. Dia membutuhkan penjelasan atau ulasan yang memadai dan lengkap mengenai pilihan-pilihan tindakan medis beserta berbagai argumen dibelakangnya. Dan ini hanya akan diperoleh dari pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang itu.

1. Pendekatan multidisipliner

Perlu dibedakan antara pendekatan multidisipliner dan pendekatan interdisipliner. Keduanya sama-sama merupakan pendekatan yang membuka pemahaman yang lebih luas dan mendalam atas suatu masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Setiap ilmuwan dari satu disiplin ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuwan dari bidang lain. Multidisipliner merupakan usaha menyoroti suatu masalah tertentu dari berbagai seginya. Dalam melakukan hal ini perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan tidak harus melebur dengan perspektif ilmiah yang lainnya. Disini tidak tercapai suatu pandangan terpadu, yang memang tidak dimaksudkan disini. Yang dihasilkan hanyalah pendekatan dari berbagai arah yang dipusatkan pada tema yang sama. Sedangkan pendekatan Indisipliner dijalankan dengan lintas disiplin dimana semua ilmu yang ikut serta meninggalkan pandangan yang menyeluruh. Hasil yang diperoleh dari kerjasama ini adalah suatu produk yang melampaui segi ilmiah masing-masing peserta. Dalam kenyataannya inter disiopliner agak sulit dilaksanakan. Dan walaupun pendekatan multidisipliner juga bukan hal yang tidak sulit namun pendekatan itu lebih realistis dilaksanakan.

2. Pentingnya pendekatan kasuistik

Pendekatan kasuistik yang dimaksud adalah usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika umum . Pembahasan kasus merupakan cara yang sangat cocok dalam etika terapan, dan mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi dalam etika. Pendekatan kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Biasanya, kalau dimulai dari teori akan sulit mencapai suatu kesepakatan. Penalaran moral memang berbeda dengan penalaran matematis, yang selalu dilkukan dengan cara yang sama, kapan saja dan dimana saja, tak terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar.

Dengan pendekatan kasuistik ini, sifat penalaran moral menunjukkan dua hal:

Pertama: Di suatau pihak kasuistik mengandaikan secara implisi bahwa relativisme moral tidak bias dipertahankan. Jika setiap kasus mempunyai kebenaran etis sendiri, makapendekatan kasuistik tidak perlu lagi. Kasuistik timbul karena ada keyakinan umum bahwa prinsip-prinsip etis itu bersifat universal dan tidak relatif saja terhadap suatu keadaan konkret.

Kedua: Umum diterima juga bahwa prinsip-prinsip etis tidak bersifat absolut begitu saja, dan tidak peduli dengan situasi konkret. Sebagaimana arti sebuah kata atau kalimat bias berubah karena konteksnya, demikian juga sifat-sifat suatu masalah etis bias berubah karena situasi khusus yang menandai kasusnya. Etika situasi sangat memperhatikan keunikan setiap situasi. Faktor-faktor spesifik yang menandai suatu situasi tertentu bias sangat bias sangat mempengaruhi penilaian terhadap suatu kasus. Semua kasus tidak sama dan ketidaksamaan ini penting diperhitungkan dalam rangka menerapkan suatu prinsip etika yang berlaku umum.

Metode Etika Terapan

Etika terapan bukanlah suatu pendekatan ilmiah yang pasti seragam. Etika terapan tidak menyediakan metode siap pakai yang biasa dimanfaatkan begitu saja oleh setiap orang yang berkecimpung di bidang ini. Variasi metode dan variasi pendekatan pasti cukup besar di dalamnya. Namun demikian, terdapat empat unsur yang dengan salah satu cara selalu berperanan dalam etika terapan, betapapun besarnya variasi yang dapat ditemui di dalamnya. Dan kalau dikaji lebih dalam, maka sebenarnya keempat unsur ini akan selalu mewarnai pemikiran etis. Artinya, siapa saja yang ingin membentuk suatu pendirian yang beralasan tentang problem-problem etis – juga di luar kerangka etika terapan yang resmi akan mempunyai empat unsur ini. Kempat unsur yang dimaksud adalah:

1. Sikap Awal

Sikap awal merupakan sikap tertentu seseorang terhadap statu hal atau masalah yang dihadapinya. Sikap moral berupa sikap awal ini bisa pro atau kontra atau juga netral, masalah bisa tak acuh, terhadap sesuatu. Sikap awal ini pada umumnya merupakan sikap yang Belum direfleksikan. Artinya, orang Belem memikirkan mengana dia bersikap demikian terhadap masalah itu. Sikap awal ini terbentuk oleh macam-macam faktor yang ikut memainkan peranan dalam hidup seorang manusia, seperti: pendidikan, agama, kebudayaan, watak seseorang, pengalaman pribadi, media massa, kebiasaan, dan lain-lain. Umumnya sikap awal ini orang pertahankan tanpa memikirkannya lebih dalam lagi sampai saat dia berhadapan dengan suatu peristiwa atau keadaan yang menggugah refleksinya. Refleksi yang dilakukan selanjutnya dapat saja mengubah sikap awal tadi atau malah semakin meneguhkannya.

Sikap awal kita menjadi sesuatu yang problematis ketika kita bertemu dengan orang yang memiliki sikap lain tentang masalah yang sama. Kita bisa berbeda pandangan tentang sesuatu hal, umpamanya, tentang hukuman mati eutanasia; atau tentang masalah lebih sederhana, umpamanya tentang tindakan pemberantasan korupsi, tentang penentuan jodoh oleh orang tua, dan sebagainya. Berhadapan dengan sikap awal yang berbeda ini, pemikiran moral kita mulai tergugah, dan pada saat itulah refleksi etis kita mulai berlangsung. Kita mulai merefleksikan sikap awal, kita bertanya lebih dalam mengana kita bersikap demikian terhadap masalah itu; apa alasan yang bisa kita pertanggungjawabkan yang melandasi sikap kita itu; apakah alasan-alasan itu bisa tahan uji dihadapan berbagai alasan-alasan yang dikemukakan, yang melatarbelakangi sikap orang lain yang berbeda dengan sikap kita; dan sebagainya.

2. Informasi.

Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi, yang tentu mempunyai kaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Kita butuh informasi penting dan obyektif mengenai sesuatu hal, dengannya kita bisa mengetahui dengan lebih baik tentang sesuatu yang sedang kita hadapi. Tanpa informasi yang memadai, maka sikap moral kita terhadap sesuatu sulit dipertanggungjawabkan. Kita butuh informasi yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya, yang memiliki keahlian dan punya wawasan yang luas. Kalau informasi penting tidak kita dapatkan, maka sikap moral hanya didasarkan atas asumsi-asumsi pribadi, diatas pemikiran subyektif dan bahkan sangat emosional saja. Pentingnya mendapatkan informasi yang memadai merupakan salah satu alasan mendasar mengenai etika terapan harus dijalankan dalam konteks verja sama multidisipliner, berbagai infornasi penting yang Sangat kita butuhkan sebagai landasan obyektif pembentukan sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan, dapat kita peroleh.

3. Logika berpikir

Proses pembahasan suatu masalah yang sedang dihadapi harus mematuhi tuntutan berpikir logis-rasional. Ini diperlukan bagi setiap usa pembahasan untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Penerapan prinsip logis-rasional dapat memperlihatkan hubungan antara kesimpulan dengan premis-premis yang mendahuluinya, dan apakah kesimpulan yang diambil dapat tahan uji jika diperiksa secara iritis menurut aturan-aturan logika. Logika juga dapat menunjukan kesalahan-kesalahan penalaran deserta inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. Penggunaan pemikiran logis-rasional juga sangat diperlukan dalam melakukan perumusan yang tepat mengenai batasan yang jelas atas topik yang sedang dibicarakan. Diskusi tentang topik-topik etis seringkali menjadi kacau karena tidak dirumuskan dengan jelas apa yang dimaksudkan dengan topik tersebut, sehingga para peserta diskusi mungkin memaksudkan beberapa hal yang berbeda.

Keempat unsur yang telah dibicarakan, yakni : sikap awal, informasi, norma-norma etis dan pemikiran logis, merupakan unsur-unsur paling penting yang membentuk etika terapan. Diskusi yang berlangsung dalam etika terapan dimungkinkan sebagai buah hasil kerjasama dan interaksi antara empat unsur itu. Dengan cara demikian, etika terapan dapat membantu untuk mengangkat pertimbangan dan keputusan moral kita dari suatu taraf subyektif serta emosional ke suatu taraf obyektif dan rasional. Suatu pandangan disebut obyektif apabila dalam penalarannya lepas dari factor-faktir yang hanya penting untuk beberapa orang; tidak memihak atau memenangkan kepentingan pihak tertentu saja; tidak berprasangka atau bertolak dari anggapan-anggapan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara rasional.

Secara umum Etika dibagi menjadi :

a. Etika Umum

Etika Umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bgmn manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya

b. Etika Khusus

Etika Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yg khusus.

Etika sebagai Refleksi adalah pemikiran moral.

Etika sbg refleksi krisis rasional meneropongi dan merefleksi kehidupan manusia dg mendasarkan diri pada norma dan nilai moral yg ada di satu pihak dan situasi khusus dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus yg dilakukan setiap orang atau kelompok orang dlm suatu masyarakat.

Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dari khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah

Etika Khusus

Etika Khusus dibagi menjadi 3 :

  1. Etika Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia thd dirinya sendiri.

Etika Sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sbg makhluk sosial dlm interaksinya dg sesamanya.

  1. Etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain. Karena kewajiban seseorang thd dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya thd orang lain, dn dmk pula sebaliknya.

  1. Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sbg kelompok dg lingkungan alam yg lbh luas dlm totalitasnya, dan jg hubungan antara manusia yg satu dg manusia yg lainnya yg berdampak langsung atau tdk langsung pd lingkungan hidup scr keseluruhan.

Etika Lingkungan dapat berupa :

- cabang dr etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dg manusia yg berdampak pd lingkungan)

- Berdiri sendiri, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dg lingkungannya

Skema Etika :

Etika Umum Etika Individual Sikap thd sesama Biomedis

Etika Keluarga Bisnis

Etika Sosial Etika Gender Hukum

Etika Etika Profesi IlmuPengetahuan

Etika Politik Pendidikan Kritik Ideologi Dsb

Etika Lingkungan

Etika Khusus

2. Etika Profesi

a. Pengertian Profesi

Profesi dpt dirumuskan sbg pekerjaan yg dilakukan sbg nafkah hidup dg mengandalkan keahlian dan keterampilan yg tinggi dan dg melibatkan komitmen pribadi (moral) yg mendalam.

Orang Profesional adalah orang yg melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dg mengandalkan keahlian dan ketrampilan yg tinggi serta punya komitmen pribadi yg mendalam atas pekerjaannya itu. Atau

Orang yang profesional adalah orang yg melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tsb dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan tsb.

Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan

“PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :

PROFESI :

· Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.

· Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).

· Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.

· Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

PROFESIONAL :

· Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.

· Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.

· Hidup dari situ.

· Bangga akan pekerjaannya.

SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :

- Melibatkan kegiatan intelektual.

- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.

- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.

- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.

- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

PERANAN ETIKA DALAM PROFESI :

· Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.

· Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.

· Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.

KODE ETIK PROFESI

Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.

Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.

Ciri-ciri Profesi

Ø Adanya keahlian dan ketrampilan khusus

Ø Adanya komitmen moral yg tinggi

Ø Biasanya orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya

Ø Pengabdian kepada masyarakat

Ø Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tsb.

Ø Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi

Adanya komitmen moral yg tinggi

Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk profesi yg luhur dalam bentuk aturan khusus yg menjadi pegangan bg setiap orang yg mengemban profesi ybs.

Aturan main dlm menjalankan atau mengemban profesi tsb biasanya disebut Kode Etik.

Ada 2 sasaran pokok dari kode etik, yaitu :

· kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian entah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum profesional

· kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi tsb dari perilaku-perilaku bobrok orang-orang ttt yg mengaku diri profesional

Biasanya orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya

ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini

Ini berarti profesinya telah membentuk identitas orang tsb. Ia tdk bisa lagi dipisahkan dari profesi itu, berarti ia menjadi dirinya berkat dan melalui profesinya

Pengabdian kepada masyarakat

Adanya komitmen moral yg tertuang dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang yg mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya.

Profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut

· Keberadaan izin khusus, karena menyangkut kepentingan orang banyak, dan terkait dg nilai-nilai luhur kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, kesehatan dsb.

· Izin khusus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yg tdk becus. Atau izin merupakan bentuk perlindungan awal atas kepentingan masyarakat

· Izin juga sesungguhnya merupakan tanda bahwa orang tsb mempunyai keahlian, ketrampilan Dan komitmen moral yg diandalkan dan dapat dipercaya

· Wujud dari izin, bisa berbentuk surat izin, sumpah, kaul, atau pengukuhan resmi di depan umum. Yg berhak memberi izin adalah negara sbg penjamin tertinggi kepentingan masyarakat.

Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi

Contoh : IDI, IAI

Tujuan organisasi profesi ini terutama adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi tsb.

Tugas Pokoknya adalah menjaga agar standar keahlian dan ketrampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, dan berarti menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh pelaksanaan profesi tsb. oleh anggota manapun

Prinsip-prinsip Etika Profesi

1. Prinsip tanggung jawab:

· Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya

· Bertanggung jawab atas dampak profesinya ini terhadap kehidupan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yg dilayani.

Bentuk : mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sbg telah melakukan kesalahan, mundur dari jabatan dsb.

2. Prinsip Keadilan

Prinsip ini terutama menuntut orang yg profesional agar dlm menjalankan profesinya ia tdk merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yg dilayani dalam rangka profesinya

3. Prinsip Otonomi

Prinsip yg dituntut oleh kalangan profesional thd dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dlm menjalankan profesinya. Karena hanya kaum profesional ahli dan terampil dlm bidang profesinya, tdk boleh ada pihak luar yg ikut campur tangan dlm pelaksanaan profesi tsb

Batas-batas prinsip otonomi :

Tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tsb serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat

Kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi ttt tdk sampai merugikan kepentingan umum

4. Prinsip Integritas Moral

prinsip ini mrpk tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dlm menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya.

3. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur

Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sbg pekerjaan kotor, kedati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dlm kaitan dg kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tdk dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan jg perusahaan yg sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sbg sebuah profesi. Mereka tdk hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yg tinggi tapi punya komitmen moral yg mendalam. Karena itu, bukan tdk mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dlm pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.

0 komentar:

Posting Komentar