Minggu, 19 Desember 2010

Tugas Etika Bisnis 1a

TEORI-TEORI ETIKA BISNIS

1. PENGERTIAN ETIKA

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha.

Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.

K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.

2. kumpulan asas atau nilai moral.

Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik

3. ilmu tentang yang baik atau buruk.

Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

Peranan Etika dalam Dunia Modern

1. Adanya pluralisme moral

Adalah suatu kenyataan sekarang ini bahwa kita hidup dalam zaman yang semakin pluralistik, tidak terkecuali dalam hal moralitas. Setiap hari kita bertemu dengan orang-orang dari suku, daerah lapisan social dan agama yang berbeda. Pertemuan ini semakin diperbanyak dan diperluas oleh kemajuan yang telah dicapai dalam dunia tekhnologi infomasi, yang telah mengalami perkembangan sangat pesat. Dalam pertemuan langsung dan tidak langsung dengan berbagai lapisan dan kelompok masyarakat kita menyaksikan atau berhadapan dengan pelbagai pandangan dan sikap yang, selain memiliki banyak kesamaan, memiliki juga banyak perbedaan bahkan pertentangan. Masing-masing pandangan mengklaim diri sebagai pandangan yang paling benar dan sah. Kita mengalaminya sepertinya kesatuan tatanan normtif sudah tidak ada lagi. Berhadapan dengan situasi, semacam in, kita akhirnya bertanya, tapi yang kita tanyakan bukan hanya apa yang merupakan kewajibanm kita dan apa yang tidak, melainkan manakah norma-norma untuk menentukan apa yang harus dianggap sebagai kewajiban.

2. Timbulnya masalah-masalah etis baru.

Ciri lain yang menandai zaman kita adalah timbul masalah-masalh etis baru, terutama yang disebabkan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi khusunya ilmu-ilmu biomedis. Telah terjadi manipulasi genetis, yakni campur tangan manusia atas perkembangbiakan gen-gen manusia. Masalah cloning dan penciptaan manusia super sangatlah mengandung masalah-masalah etis seru dalam kehidupan manusia. Bagaimana sikap kita menghadapi perkembangan seperti ini? Disinilah kajian pertanggungjawaban etika diperlukan.

3. Munculnya kepedulian etis yang semakin universal.

Ciri berikutnya yang menandai zaman kita adalah adanya suatu kepedulian etis yang semakin univeral. Diberbagai tempat atau wilayah di dunia kita menyaksikan gerakan perjuangan moral untuk masalah-masalah bersama umat manusia. Selain pergerakak-pergerakan perjuangan moral yang terorganisir seperti dalam bentuk kerjasama antar Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat , antar Dewan Perwakilan Rakyat dari beberapa negara atau Serikat-serikat Buruh, dan sebagainya, juga kita dapat menyaksikan adanya suatu kesadaran moral universal yang tidak terorganisir tapi terasa hidup dan berkembang dimana-mana. Ungkapan-ungkapan kepedulian etis yang semakin berkembang ini tidaklah mungkin terjadi tanpa di latarbelakangi oleh kesadaran moral yang universal. Gejala yang paling mencolok tentang kepedulian etis adalah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Azasi Manusia, Yang diproklamirkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (UNO) pada 10 Desember 1948. Dengan kepedulian etis yang universal ini, maka pluralisme moral pada bagian pertama diatas dapat menjadi persoalan tersendiri.

4. Hantaman gelombang modernisasi

Kita sekarang ini hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan yang terus terjadi itu muncul dibawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi. Yang dimaksud gelombang modernisasi disini bukan hanya menyangkut barang atau peralatan yang diproduksi semakin canggih, melainkan juga dalam hal cara berpikir yang telah berubah secara radikal. Ada banyak cara berpikir yang berkembnag, sepeti rasionalisme, individualisme, nasionalisme, sekularisme,materialisme, konsumerisme, pluralisme religius, serta cara berpikir dan pendidikan modern yang telah banyak mengubah lingkungan budaya, social dan rohani masyarakat kita.

5. Tawaran berbagai ideologi

Proses perubahan social budaya dan moral yang terus terjadi, tidak jarang telah nmembawa kebingungan bagi banyak orang atau kelompok orang. Banyak orang merasa kehilangan pegangan, dan tidak tahu harus berbuat atau memilih apa. Situasi seperti ini tidak jarang dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideology-ideologi mereka sebagai jawaban atas kebingungan tadi. Ada cukup bsnysk orsng ysng terombang-ambing mengikuti tawaran yang masing-masing mempunyai daya tarik sendiri itu. Disini etika dapat membantu orang untuk sanggup menghadapi secara kritis dan objektif berbagai ideology yang muncul. Pemikiran kritis dapat membantu untuk membuat penilaian rasional dan objektif, dan tidak mudah terpancing oleh berbagai alas an yang tidak mendasar. Sikap kritis yang dimaksud disini, bukan suatu sikap yang begitu saja menolak ide-ide baru atau juga begitu saja menerimanya, melainkan melakukan penilaian kritis untuk memahami sejauh mana ide-ide baru itu dapat diterima dan sejauh mana harus dengan tegas ditolak.

6. Tawaran bagi agamawan

Etika juga diperlukan oleh para agamawan untuk tidak menutup diri terhadap persoalan-persoalan praktis kehidupan umat manusia. Di satu pihak agama menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, namun sekaligus diharapkan juga mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang mengalami perubahan hampir disegala bidang. Walau etika tidak dapat menggantikan agama, namun etika tidaklah bertentangan dengan agama, dan bahwa agama memerlukan etika. Alasan yang bias dikemukan bagi pentingnya etika untuk agama adalah, pertama: masalah interprestasi terhadap perintah atau hukum yang termuat dalam wahyu Tuhan, terutama seperti tertuang dalam kitab suci keagamaan. Banyak ahli agama, bahkan seagama sekalipun, sering berbeda pendapat tentang apa yang sebenarnya mau diungkapkan dalam wahyu itu. Kedua: mengenai masalah-masalah moral yang baru, yang tidak langsung dibahas dalam wahyu itu sendiri. Bagaimana menanggapinya dari segi agama masalah-masalah moral yang pada waktu wahyu diterima belum dipikirkan. Untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap masalah-masalah yang timbul kemudian, diperlukan etika. Disini etika dapat dimengerti sebagai usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya yang rasional untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik. Usaha seperti ini tidak bertentangan dengan iman karena akal budi juga merupakan anugerah besar dari sang Pencipta kepada umat manusia.

2. Tiga Norma Umum

Norma berasal dari kata latin “Norma” yang artinya alat tukang kayu untuk mengukur sudut. Norma adalah “Ukuran Tindakan”, terbagi menjadi dua yaitu yang pertama norma khusus yang berlaku dalam situasi tertentu, dan kedua norma umum yang berlaku dalam segala situasi. Ada tiga norma umum, yaitu :

a. Etiket = aturan tindakan untuk sopan santun, misalnya pada saat bertamu, berpakaian, makan dan minum, dan sebagainya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”. Etiket dalam bahasa Belanda berarti secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. Dalam bahasa perancis etiket berarti adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

b. Hukum = aturan tindakan untuk ketertiban umum

Apakah sebenarnya hukum itu??? Pada umumnya yang dimaksud hukum adalah segala peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya. Pandangan tiap-tiap orang ataupun tiap ahli hukum tentang pengertian hukum itu berbeda-beda. Berikut pendapat para tokoh mengenai definisi hukum.
Aristoteles : "Particular law is that which each community lays down and applies to its own member. Universal law is the law of nature".

1. Grotius : "Law is a rule of moral action obliging to that which is right".

2. Hobbes : "Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others".

3. Prof. Mr Dr C. van Vollenhoven : "Recht is een verschijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw En tegen stuw".

Menurut kami hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Dengan kata lain untuk mencegah terjadinya kekacauan dan lain sebagainya dalam hidup. Sebagai contoh, dalam suatu negara pasti terdapat suatu peraturan-peraturan yang mengatur tentang hubungan orang atau warga negara dengan negara. Itu disebut hukum. Contoh lain dalam suatu masyarakat ataupun daerah terdapat suatu tata-cara dalam bertingkah laku dalam masyarakat atau daerah tersebut. Itu juga disebut hukum. Masih banyak lagi pendapat para ahli hukum mengenai pengertian atau definisi hukum bila dijabarkan. Tetapi kami yakin bahwa anda sudah mengetahui apakah sebenarnya pengertian hukum itu.

c. Moral = aturan tindakan untuk kebaikan manusia

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.

‘Moralitas’ berasal dari kata sifat Latin morali mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

3. Teori Etika

a. Etika Teleologi

Teleologis dalam bahasa Yunani artinya “tujuan”. Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.

Menurut Kant, Etika teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu.

Berdasarkan pembahasan Eika Teleologis, muncul aliran-aliran Teleologis, yaitu :

1. Egoisme

Pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri. Egoism bisa menjadi persoalan serius ketika secara signifikan berhubungan dengan hedonism, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi semata-mata hanya kenikmatan fisik yang bersifat vulgar, artinya yang baik secara moral disamakan begitu saja dengan kesenangan dan kenikmatan.

2. Utilitarianisme

Adalah penilaian suatu perbuatan berdasarkan baik dan buruknya tindakan atau kegiatan yang bertumpukkan kepada tujuan atau akibat dari tindakan itu sendiri bagi kepentingan orang banyak. Jadi, etika ini tidak mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan kepentingan pribadi atau berdasakan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.

b. Deontologi

Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani deon, yang artinya kewajiban. Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut para ahli Deontologi, tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri adalah baik untuk dirinya sendiri. Melakukan perbuatan baik adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu kewajiban. Keyakinan untuk melakukan yang baik dan dilakukan dengan sendirinya demi hubungan baik dan buruk dapat mengelakkan perilaku buruk.

Atas dasar tersebut, Etika Deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelakunya. Sebagaimana diungkapkan seorang pakar etika bernama Immanuel Kant, kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga. Oleh karena itu, di dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.

c. Teori Hak

Sebenarnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontology, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan hak dan kewajiban bagaikan dua sisi koin yang sama. Kewajiban satu orang biasanya dibarengi dengan hak dari orang lain.

d. Teori Keutamaan (Virtue)

Teori ini adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Artinya bahwa Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan dan tidak mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral seseorang. Etika keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap orang.

Professor K.Bertens (2000) mendefinisikan keutamaan sebagai suatu disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Definisi tersebut dapat diuraikan sebagai suatu pandangan seseorang terhadap suatu tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Definisi lain mengatakan bahwa keutamaan adalah merupakan aktivitas jiwa (Riyanto, Armada.2007. Course on Fundamental Ethics for Business). Oleh karena itu, pembagian keutamaan bersesuaian dengan bagian-bagian dari jiwa, yaitu keutamaan pikiran dan keutamaan karakter. Kedua keutamaan tersebut mewajibkan setiap pebisnis untuk terus menggunakan pikiran mereka sebagai suatu kekuatan untuk bisa secara terus-menerus mengerakkan bisnis mereka ke arah yang lebih baik dan kekuatan berpikir tersebut akan menjadi karakter yang kuat dari setiap pebisnis dalam langkah menuju kesuksesan.

Ada beberapa hal dalam keutamaan, yaitu :

1. Kebijaksanaan yaitu suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan secara tepat dalam setiap situasi.

2. Keadilan merupakan keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya.

3. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengijinkannya.

4. Suka berkerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan.

Di antara ke empat keutamaan itu yang harus dimiliki oleh pebisnis perorangan bisa disebut seperti kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Kepercayaan (trust) adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Keuletan dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh pebisnis hdalam menghadapi segala situasi yang sulit.

Kelompok keutamaan lain menandai orang bisnis pada taraf perusahaan dengan kata lain, keutamaan-keutamaan ini dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan. Keutamaan-keutamaan yang berhubungan dengan manajer dan karyawan adalah sebagai berikut :

1. Keramahan. Keramahan bukan merupakan taktik saja untuk memikat para pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri.

2. Loyalitas, berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata hanya untuk mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan.

3. Kehormatan. Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.

4. Rasa malu. Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.

0 komentar:

Posting Komentar